Tungku Mental
Untuk memudahkan pemahaman mengenai mekanisme pikiran bawah sadar
saya menggunakan analogi tungku mental. Tungku mental berisi air (baca:
berbagai buah pikir/thought). Api yang memanasi tungku adalah berbagai
emosi, baik itu yang positif maupun negatif, yang dialami seseorang.
Dalam kondisi normal saat api membakar tungku maka temperatur akan
naik dan sampai pada suhu tertentu akan muncul uap air yang bergerak
bebas ke atas karena tungku tidak ditutup. Namun apa yang terjadi bila
tungku ditutup rapat?
Saat temperatur semakin tinggi, karena terus dipanasi oleh api emosi,
terutama yang negatif, maka akan muncul uap yang bergerak ke atas.
Namun kali ini uap tidak bisa keluar karena terperangkap di dalam tungku
yang ditutup rapat. Semakin lama suhu tungku semakin tinggi, semakin
banyak uap yang terperangkap, sehingga tekanan uap semakin tinggi
menekan seluruh dinding dalam tungku.
Apa yang terjadi bila tungku tetap ditutup rapat?
Benar sekali. Sampai pada satu titik, saat tekanan uap melebihi daya
tahan dinding tungku, maka akan terjadi ledakan hebat dan tungku akan
hancur berantakan.
Nah, bagaimana dengan manusia? Jangan khawatir, kita tidak akan
meledak seperti contoh tungku di atas. Pada manusia, pikiran bawah sadar
akan melindungi diri kita dengan melakukan hal-hal yang dipandang perlu
untuk menyelamatkan diri kita dari “kehancuran”.
Apa yang akan dilakukan pikiran bawah sadar?
Pikiran bawah sadar akan membuat retak-retak kecil di tungku mental
kita sehingga ada jalan keluar bagi uap yang berada di dalam tungku
mental. Dengan demikian tekanan akan turun dan tidak membahayakan
keutuhan tungku mental.
Nah, saat uap dari dalam tungku keluar dan berbunyi
…sssshhh……ssssshhhh….pada saat itulah seseorang akan mengalami perubahan
perilaku.
Perubahan perilaku ini adalah manifestasi dari uap yang keluar.
Biasanya perubahan ini tidak mendadak. Tetapi perlahan-lahan dan semakin
lama semakin parah.
Apa yang kita lakukan terhadap orang yang telah mengalami perubahan perilaku?
Kita cenderung akan meluruskan perilakunya, benar nggak?
Apakah bisa?
Oh, sudah tentu bisa. Ada banyak cara dan teknik yang biasa
digunakan. Pertanyaannya adalah perubahan menjadi “normal” kembali ini
bisa bertahan berapa lama?
Seringkali tidak bisa bertahan lama. Nanti pasti akan muncul lagi
perilaku yang “aneh”. Mengapa ini terjadi? Karena kita hanya menyumbat
retak di dinding tungku. Saat uap sudah tidak keluar maka perilaku orang
itu menjadi normal.
Dan karena kita tidak mencari sumber masalahnya, yaitu api yang
berada di bawah tungku (baca: emosi yang belum terselesaikan) maka cepat
atau lambat tekanan uap di dalam tungku kembali naik dan sampai pada
satu titik akan terjadi kebocoran lagi.
Pembaca, dengan membaca sejauh ini saya yakin anda pasti sampai pada
kesimpulan bahwa simtom adalah sesuatu yang positif. Simtom adalah
bentuk komunikasi dari pikiran bawah sadar ke pikiran sadar yang
mengatakan, “Hei… ini ada masalah di bawah sini. Anda perlu
menyelesaikan masalah ini. Kalau anda tetap tidak mau mengerti atau
tidak bersedia menyelesaikan masalah ini maka saya akan tetap mengganggu
anda.”
Masalahnya adalah bukan kita tidak mau menyelesaikan masalah tapi
kita seringkali tidak memahami pesan yang disampaikan pikiran bawah
sadar. Dan seringkali saat kita mau menyelesaikan masalah ini kita tidak
tahu caranya atau teknik yang digunakan tidak tepat.
Lalu, bagaimana cara efektif untuk mengatasi hal ini?
Pertama, kita perlu mengeluarkan uap yang terjebak di dalam tungku.
Bagaimana caranya? Gunakan uap itu sebagai petunjuk untuk menemukan
retak di dinding tungku. Ini yang dikatakan oleh Milton Erickson dengan
“The Symptom is the solution”.
Setelah uapnya berhasil kita keluarkan dan tekanan sudah habis
selanjutnya kita bisa membuka tutup tungku. Bisa anda bayangkan apa yang
terjadi bila tutup tungku dibuka saat tekanannya masih sangat tinggi.
Ini sama dengan membuka tutup radiator mobil saat masih panas. Sangat
berbahaya.
Isi tungku adalah konten atau memori yang berhubungan atau yang
membuat munculnya simtom. Setelah ini barulah kita bisa menemukan sumber
api dan sekaligus memadamkan apinya.
Apa yang terjadi bila api berhasil dipadamkan? Sudah tidak ada lagi yang
memanasi tungku mental. Dengan demikian temperatur tidak akan naik. Dan
sudah tentu tidak akan ada uap yang menekan dinding tungku. Tidak akan
terjadi retak dan kebocoran. Klien akan kembali menjalani hidup dengan
normal.
sumber : Adi W Gunawan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar